Minggu, 04 Oktober 2009

MAKALAH

HAKIKAT MANUSIA (FILSAFAT MANUSIA)

DIBUAT OLEH SUKIRMAN,AMa Pd SD

BAB I

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Filsafat manusia merupakan bagian dari filsafat yang mengupas apa artinya manusia. Oleh karena itu Filsafat manusia perlu dipelajari karena membahas manusia sepenuhnya sukma serta jiwanya.

Filsafat bertanya pada diri sejak ribuan tahun apakah manusia itu? Dan dari mana datanganya manusia? Tempat apakah yang didudukinya? Dari mana manusia datang? Dan untuk apa manusia ditakdirkan?

Namun jawaban tentang manusia tidak pernah akan selesai dan dianggap tidak pernah sampai final.

Oleh karena itu kami tertarik untuk membahas dalam penyajian makalah.

B.RUMUSAN MASALAH

¨Memahami diri dan hakekat manusia

C.PERMASALAHAN

1)Siapakah manusia?

2)Apa yang dikatakan Al-Quran tentang manusia?

D.TUJUAN

1)Untuk memahami diri manusia dari segi yang paling dasar.

2)Untuk membuka tabir kebekuan pemikiran manusia.

BAB II

PEMBAHASAN

FILSAFAT MANUSIA

A.SIAPAKAH MANUSIA?

Melihat demikian luasnya pembahasan filsafat tersebut, maka pembahasan kita kali ini dibatasi pada bagian “ada yang umum”. Itupun hanya dalam masalah yang menjadi pusat perhatian pemikir dewasa ini dan yang merupakan penentu jalannya sejarah kemanusiaan, yakni “manusia” karena, memang, dewasa ini orang tidak banyak lagi berbicara tentang bukti wujud tuhan atau kebenaran wahyu, tidak pula menyangkutpertentangan agama dengan aliran-aliran materialisme, tapi topic pembicaraan adalah “manusia”. Jarena pandangan tentang hakekat manusia akan memberikan arah dari seluruh sikap dan memberikan penafsiran terhadap semua gejala.

Dalam abad pertengahan, manusia dipandang sebagai salah satu makhluk ciptaan Tuhan yang melebihi makhluk-makhluk lainnya, pandangan yang sejalan dengan keyakinan agama serta menganggap bahwa biumi tempat manusia hidup merupakan pusat dari alam semesta. Tapi pandangan ini digoyahkan oleh Galileo yang membuktikan bahwa bumi tempat tinggal manusia, tidak merupakan pusat alam raya. Ia hanya bagian kecil dari planet-planet yang mengintari matahari.

Manusia secara sadar disebut juga insane yang dalam bahasa arabnya, yang berasal dari kata nasiya yang berarti lupa dan jika di lihat dari kata dasar dari al-uns yang berarti jinak. Kata insane dipkai untuk menyebut manusia, karena manusia memiliki sifat lupa dan jinak artinya manusia selalu menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru di sekitarnya. Manusia yang cara keberadaannya yang sekaligus yang membedakannya secara nyata dengan makhluk yang lain. Seperti dalam kenyataan makhluk yang berjalan di atas dua kaki, kemampuan berpikir dan berpikir tersebut yang menentukan manusia hakekat manusia. Manusia juga memiliki karya yang dihasilkan sehingga berbeda dengan makhluk yang lain. Manusia dalam memiliki karya dapat di lihat dalam seting sejarah dan seting psikologis situasi emosonal dan intelektual yang melatar belakangi karyanya. Dari karya yang dibuat manusia tersebut menjadikan ia sebagai makhluk yang menciptakan sejarah. Manusia juga dapat dilihat dari sisi dalam pendekatan teologis, dalam pandangan ini melengkapi dari pandangan yang sesudahnya dengan melengkapi sisi transendensi dikarenakan pemahaman lebih bersifat fundamental. Pengetahuan pencipta tentang ciptaannya jauh lebih lengkap dari pada pengetahuan ciptaan tentang dirinya. (Musa asy’ari, Filsafat islam, 1999).

Karl max menunjukkan perbedaan antara manusia dengan binatang tentang kebutuhannya, binatang langsung menyatu dengan kegiatan hidupnya. Sedangkan manusia membuat kerja hidupnya menjadi objek kehandak dan kesadarannya. Binatang berproduksi hanya apa yang ia butuhkan secara langsung bagi didirya dan keturunannnya, sedangkan manusia berproduksi secara universal bebas dari kebutuhan fisik, ia baru produksi dari yang sesungguhnya dalam kebebasan dari kebutuhannya. Manusia berhadapan bebas dari produknya dan binatang berproduksi menurut ukuran dan kebutuhan jenis produksinya, manusia berproduksi menurut berbagai jenis dan ukuran dengan objek yang inheren, dikarenakan manusia berproduksi menurut hukum-hukum keindahan. Manusia dalam bekerja secara bebas dan universal, bebas I dapat bekerja meskipun tidak merasakan kebutuhan langsung, universal dikarenakan ia dapat memakai beberapa cara untuk tujuan yang sama. Dipihak yang lain ia dapat menghadapi alam tidak hanya dalam kerangka salah satu kebutuhan.

Manusia di bedakan dari hewan di karenakan kemampuannya untuk melakukan refleksi (tremasuk opersi-operasi intensionalitas, keterarahan, temporaritas dan transendensi) yang menjadikan makhluk berelasi dikarenakan kapasitasnya untuk menyampaikan hubungan dengan dunia.

Antropologi adalah merupakan salah satu dari cabang filsafat yang mempersoalkan tentang hakekat manusia dan sepanjang sejarahnya manusia selalu mempertanyakan tentang dirinya, apakah ia sedang sendirian, yang kemudian menjadi perenungan tentang kegelisahan dirinya, ataukah ia sedang dalam dinamika masyarakat dengan mempertanyakan tentang makna hidupnya di tengah dinamika perubahan yang kompleks, dan apakah makna keberadaanya ditengah kompleksitas perubahan itu? Pertanyaan tentang hakekat manusia merupakan pertanyaan kuno seumur keberadaan manusia di muka bumi. Dalam jawaban tentang manusia tidak pernah akan selesai dan dianggap tidak pernah sampai final dikarenakan realitas dalam keeling manusia selalu baru, meskipun dalam subtansinya tidak berubah.

Hakekat manusia selalu berkaitan dengan unsure pokok yang membentuknya. Manusia secara individu tidak pernah menciptakan dirinya, akan tetapi bukan berarti bahwa ia tidak dapat menentuk jalan hidup setelah kelahirannya dan eksistensinya dalam kehidipan dunia ini mencapai kedewasaan dan semua kenyataan itu, akan memberikan andil atas jawaban mengenai pertanyaan hakekat, kedudukan, dan perannya dalam kehidupan yang ia hadapi. (Musa asy’ari, Filsafat Islam,. 1999).

B.HAKEKAT MANUSIA

Menurut Adelbert snijders, filsafat manusia adalah suatu refleksi atas pengalaman yang dilaksanakan dengan rasional, kritis serta ilmiah, dan dengan maksud untuk memahami diri manusia dari segi yang paling asasi. Sedangkan tujuan filsafat manusia adalah untuk memahami diri manusia dari segi yang paling dasar.

Dengan demikian, Adelbert snijders, mengajak kepada manusia untuk mengetahui apa dan siapa sebenarnya manusi. Manusia adalah makhluk unik yang menarik untuk dikaji lebih lanjut. Hal ini dikarenakan, manusia selain dibekali dengan nafsu juga dibekali dengan akal pikiran yang tidak dimiliki oleh makhluk lain.

Hakekat manusia harus dilihat pada tahapannya nafs, kekuatan, diri, ego dimana pada tahap ini semua unsur membentuk kesatuan diri yang aktual, kekinian dan dinamik, dan aktualisasi kekinan yang dinamik yang brada dalam perbuatan dan amalnya. Secara subtansial dan moral manusia lebih jelek daripada iblis, tetapi secara konseptual manusia lebih baik karena manusia memiliki kemampuan kreatif. Tahapan nafs hakekat manusia ditentukan oleh amal, karya dan perbuatannya, sedangkan pada kotauhid hakekat manusi dan fungsinya manusia sebagai ‘adb dan khalifah dan kesatuan aktualisasi sebagai kesatuan jasad dan ruh yang membentuk pada tahapan nafs secara actual. (Musa asy’ari, Filsafat Islam,. 1999).

Bagi freire dalam memahami hakekat manusia dan kesadarannya tidak dapat dilepaskan dengan dunianya. Hubungan manusia harus dan selalau dikaitkan dengan dunia dimana ia berada. Dunia bagi manusia bersifat tersendiri, dikarenakan manusia dapat mempersepsinya kenyataan diluar dirinya sekaligus mempersepsikan keberadaan di dalam dirinya sendiri. Manusia dalam kehadirannya tidak pernah ter[pisah dari dunai dan hubungannya dengan dunia manusi bersifat unik. Status unik manusi dengan dunia dikarenakan manusia dalam kapasitasnya dapat mengetahui, mengetahui merupakan tindakan yang mencerminkan orientasi manusia terhadap dunia.

Dari sini manusi sebagai suatu proses dan ia adalah makhluk sejarah yang terikat dalam ruang dan waktu.

  1. WATAK SIFAT MANUSIA

Filsafat manusia menduga bahwa suatu watak manusia suatu kumpulan atau corak-corak yang khas, atau rangkaian bentuk yang dinamis yang khas yang secara mutlak terdapat pada manusia. Kategori manusia secara fundamental dari semu kebudayaan memiliki kesamaan. Suatu kebudayaan manusia tidak mungkai ada tanpa bahasa. Semua kebudaya diatur untuk dapat menyaelamatkan solidaritas kelompok yang dengan cara memenuhi tuntutan yang di ajukan oleh semua orang, yaitu dengan mengadakan cara hidup teratur yang memungkinkan pelaksanaan kebutuhan vital mereka.

  1. KEBERADAAN MANUSIA

Manusia mampu mengetahui dirinya dengan kemampun berpikir yang ada pada dirinya. Manusia menghasilkan pertanyaan tentang segala sesuatu. Filsafat lahir karena berbagai pertanyaan yang diajukan oleh manusia. Ketika manusia mulai menanyakan tentang keberadaan dirinya, filsafat manusia dengan mempertanyakan, “siapakah kamu manusia?” Manusia bisa memikirkan dirinya, tapi apakah tujuan pertanyaan yang diajukannya. Keberadaan dirinya diantara yang lain yang membuat manusia perlu mendefinisikan keberadaan dirinya.

Apabila pertanyaan manusia dapat mengatur dirinya untuk dapat membedakan apa yang baik dan buruk baginya yang harus diperoleh dari hakikat diri manusia. Hakekat diri manusia tidak akan muncul ketika tidak terdapat pembanding diluar dirinya. Sesuatu yang baik dan buruk pada manusia menunjukkan dirinya ada dinilai diantara keberadaan yang lain.

C.AL-QUR’AN DI TENGAH PERKEMBANGAN FILSAFAT

Sebelum kita sampai pada pandangan Al-Quran, ada baiknya kita mengutip pendapat Alexis Carrel, seorang ahli bedah dan fisika, kelahiran Prancis yang mendapat hadiah Nobel. Beliau menukis dalam buku kenamaannya, Man The Unknown, antara lain: “pengetahuan manusia tentang makhluk hidup dan manusia khususnya belum lagi mencapai kamajuan seperti yang telah dicapai dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan lainnya. Manusia adalah makhluk yang kompleks, sehingga tidaklah mudah untuk mendapatkan satu gambaran untuknya, tidak ada satu cara untuk memahami makhluk ini dalam keadaan secara utuh, maupun dalam bagian-bagiannya, tidak juga dalam memahami hubungannya dengan alam sekitarnya.”

Selanjutnya ia mengatakan : “kebanyakan pertanyaan-pertanyaan oleh ahli yang mempelajari manusia hingga kini tetap tanpa jawaban,karena terdapat daerah-daerah yang tidak terbatas dalam diri (batin) kita yang di ketahui”.

Eksistensialisme mulai berbicara lagi: “sebenarnya tak ada arah yang harus dituju,pergilah ke mana engkau sukai. Sosialisme telah merebut segala-segalanya dan menyerahkan kepada negara. Agama juga mengembalikan segala sesuatu kepada Tuhan,sedangkan Tuhan di luar esensi manusia. Jadi agama juga menghalangi kebebasan manusia. Agama menipu para pengecut sehinga ia –demi mengalihkan manusia dari eksistensinya – menciptakan surga yang kekal dilangit, dan –untuk memberikan rasa takut—neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” Demikian antara lain pandangan Sartre, salah satu tokoh aliran ini.

Nah, apa yang dikatakan Al-Quan tentang manusia?

Tidak sedikit ayat Al-Quran yang berbicara tentang manusia; bahkan manusia adalah makhluk pertama yang telah disebut dua kali dalam rangkaian wahyu pertama (QS 96:1-5). Manusia sering mendapat pujian Tuahn. Dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain, ia maempunyai kasitas yang sangat tinggi (QS 11:3), mempunyai kecenderungan untuk dekat kepada Tuhan melalui kesadarannya tentang kehadirang Tuhan yang terdapat jauh di bawah alam sadarnnya (QS 30:43). Ia diberi kebebasan dan kemerdekaan serta kepercayaan penuh untuk memilih jalannya masing-masing (QS 33:72; 76:23). Ia di beri kesabaran moral untuk memilih mana yang baik dan mana yang buruk, sesuai dengan nurani mereka atas bimbingan wahyu (QS 91:7-8). Ia adalah makhluk yang dimuliakan Tuhan dan diberi kesempurnaan dibandingkan dengan makhluk lainnya(QS 17:70). Serta ia pula yang telah diciptakan Tuhan dalam bentuk yang sebaik-baiknya (QS 95:4).

Al-Quran menjelaskan bahwa manusia diciptakan dari tanah, kemudian setelah sempurna kejadiaannya, Tuhan menghembuskan kepadanya ruh ciptaan-Nya (QS 38:71-72). Dengan “tanah” manusia dipengaruhi oleh kekuatan alam seperti makhluk-makhluk lain, sehinnga ia butuh makan, minum, hubungan seks, dan sebagainya, dan dengan “ruh” ia diantar ke tujuan non-materi yang tak berbobot dan yang tak bersubstansi dan yang tak dapat diukur di laboratorium atau bahkan dikenal oleh alam material.

Al-Quran tidak memandang manusia sebagai makhluk yang tercipta secara kebetulan, atau tercipta dari kumpulan atom, tapi ia diciptakan setelah sebelumnya direncanakan untuk mengemban satu tugas, sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi (QS 2:30). Ia dibekali Tuhan dengan potensi dan kekuatan positif untuk mengubah corak kehidupan di dunia kea rah yang lebih baik (QS 13:11 ), sertaditundukkan dan dimudahkan kepadeanya alam raya untuk dikelola dan dimanfaatkan (QS 45:12-13). Antara lain, ditetapkan arah yang harus ia tuju (QS 15:56) serta dianugrahkan kepadanya petunjuk untuk menjadi pelita dalam perjalannan itu (QS 2:38)

BAB III

PENUTUP

  1. KESIMPULAN

Demikian filsafat materialisme dengan aneka ragam panoramanya berbicara tentang manusia. Dan demikia pula Al-Quran. Keduanya telah menjelaskan pandangannya. Keduanya telah mengajak manusiauntuk menemukan dirinya, tapi yang pertama berusaha untuk menyeretnya ke debu tanah dari ruh Tuhan, sedangkan Al-Quran mengajaknya untuk meninggkat dari debu tanah menuju Tuhan Yang Maha Esa.

Filsafat manusia secara umu bertujuan menyelidiki, menginterprestasi dan memahami gejala-gejala atau eksprese-ekspresi manusia sebagaimana pula halnya dengan ilmu-ilmu tentang manusia (Human Studes). Adapun secara spesifik bermaksud memahami hakikat atau esensi manusia. Jadi, mempelajari filsafat manusia sejatinya adlah upaya untuk mencari dan menemukan jawaban tentang siapakah sesungguhnya manusia atu?

Objek kajiannya tidak berbatas pada gejala empiris yang bersifat obserfsasional dan atau eksperimental, tetapi menerobos lebih jauh hingga kepada gejala apapun tentang manusia selama bisa atau memungkinkan untuk dipikirkan secara rasional.

Metodenya:

1.Sintesis, yakin mensintesakan pengetahuan dan pengalaman kedalam satu visi yang menyeluruh tentang manusia;

2.Refleksi, yakni mempertanyakan esensi sesuatu hal yang telah direnungkan sekaligus menjadikannya landasannya bagi proses untuk memahami diri sendiri (self understanding).

Cirinya;

1.ekstensif, yakni mencakup segala aspek dan ekspresi manusia, lepas dari kontekstualitas ruang dan waktu. Jadi merupakan gambaran menyeluh (Universal) tidak fragmentaris tentang realitas manusia;

2.Lentensif, yakni bersifat mendasar dengan mencari inti, esensi atau akar yang melandasi suatu kenyataan; dan

3.Kritis, atau tidak puas pada pengetahuan yang sempit, dangkal dan simplitis tentang manusia. Orientasi telaannya tidak berhenti pada “kenyataan sebagaimana adanya” (das sein) tetapi juga berpretensi untuk mempertimbangkan “kenyataan yang seharusnya atau yang ideal” (das solen).

Manfaatnya,

1.secara Praktis, mengetahui tentang apa atau siapa manusia dalam keutuhannya, serta mengetahui tentang apa dan siapa diri kita ini dalam pemahaman manusia tersebut;

2.secara Teoritis, untuk mrninjau secara kritis beragam asumsi-asumsi yang berada di balik teori-teor dalam ilmu-ilmu tentang manusia.

  1. SARAN

Diharapkan denagn mempelajari filsafat manusia, seseorang akan menyadari dan memahami tentang kompleksitas manusia yang takkan pernah ada habisnya untuk senantiasa dipertanyakan tentang makna dan hakikatnya. Sejauh “misteri” dan “ambiguitas” manusia ini disadari dan dipahami, seseorang akan menghindari sikap sempit dan tinggi hati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar